dibawahini adalah faktor pendorong perekonomian jepang berkembang pesat kecuali . A. kekayaan SDA yang melimpah B. SDM berkualitas C. menguasai pasar dunia D. penduduk keturunan . Latihan Soal Online - Semua Soal
FaktorPenentu Berkembangnya Industri Jepang. Kebangkitan negara sakura ini dari keterpurukan ekonominya hingga menyandang predikat sebagai negara maju, karena penerapan teknologi tepat guna. Namun dibalik semua itu, terdapat faktor penentu yang bisa membuatnya semakin bangkit. Berikut ini beberapa faktor yang membuatnya semakin maju.
Mayoritaspenduduk jepang beragama shinto yang merupakan agama asli jepang. Dalam agama tersebut, ada sebuah ajaran yang membuat mereka terbersit untuk menjadi negara imperialis. Yakni adanya ajaran Hakko I Chiu dimana dalam ajaran tersebut, mereka meyakini bahwa seluruh bangsa di dunia ini adalah keluarga dengan jepang sebagai kepala keluarganya.
cash. Harmoni/Diupdate Agustus 22, 2021Sebagai warga negara yang baik, setiap orang perlu mendukung faktor pembangunan ekonomi agar berjalan lancar. Bila sektor ekonomi berkembang pesat, maka pertumbuhan taraf hidup masyarakat juga semakin bagus. Karena itu, sudah sepatutnya perlu memahami dulu tentang pengertian faktor pembangunan ekonomi, beserta contoh, dan terdiri dari apa saja faktor pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan produksi barang dan jasa di sektor ekonomi dibandingkan dari satu periode waktu ke periode to Tweet Dikutip dari tulisan karya Joko Untoro, âEkonomi Makroâ 2010, faktor pembangunan ekonomi ada beberapa hal. Apabila masyarakat dalam suatu sistem ekonomi mendukung faktor pembangunan ekonomi, maka kemakmuran negara juga akan bertambah untuk jangka panjang. Hal ini dipengaruhi oleh barang dan jasa yang dihasilkan turut mengalami kenaikan. Apa Saja Faktor Pembangunan Ekonomi?SDM Sumber Daya ManusiaSDA Sumber Daya AlamTeknologi dan PengetahuanBudayaModal Atau PendanaanTata Kelola Pembukuan Modern Dan Faktor Pembangunan Ekonomi Apa Saja Faktor Pembangunan Ekonomi? Meskipun banyak permasalahan ekonomi, pemerintah berupaya keras untuk meningkatkan sektor ekonomi untuk membantu masyarakatnya. Sebelum mengetahui terdiri dari apa saja faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, sebaiknya pahami dulu teori pengertian pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan produksi barang dan jasa di sektor ekonomi dibandingkan dari satu periode waktu ke periode lainnya. Menurut Ratta Rapanna, dkk, dalam buku âEkonomi Pembangunanâ 2017, pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi ada beberapa macam, di antaranya SDM Sumber Daya Manusia Kualitas sumber daya manusia sangat berperan dalam faktor ekonomi. Memang tak bisa dipungkiri, banyak yang berasumsi kalau tenaga kerja dari luar negeri, lebih kompeten dibandingkan tenaga kerja domestik. Namun, Indonesia semakin berkembang pesat. Tenaga kerja dalam negeri juga tak kalah berkualitas dan berdaya saing. Selain itu, SDM di berbagai perusahaan juga semakin didukung pelatihan, seminar, workshop, dan sertifikasi untuk mendukung faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi tersebut. SDA Sumber Daya Alam Indonesia dianugerahi kekayaan alam yang sangat luar biasa. Mulai dari pertambangan, air bersih berlimpah, kelautan, pertanian, perkebunan, kehutanan, dan masih banyak lagi. Sumber Daya Alam di Indonesia sangat mendukung faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Bahkan, bahan baku dari sumber daya alam yang berlimpah juga bisa dimanfaatkan dengan optimal. Teknologi dan Pengetahuan Seiring perkembangan zaman, ilmuwan dan teknologi di Indonesia semakin bertambah. Hal ini mendukung sektor ekonomi dan faktor pembangunan ekonomi. Mengapa begitu? Sebab, dengan adanya teknologi dan pengetahuan, pekerjaan yang semula masih memakai campur tangan manusia, sudah bisa digantikan robot atau mesin yang otomatis. Sehingga, produk dan barang yang dihasilkan bisa semakin cepat dan banyak. Aktivitas yang menjadi salah satu faktor pembangunan ekonomi inilah yang mempercepat pertumbuhan ekonomi. Budaya Salah satu faktor pembangunan ekonomi lainnya adalah budaya. Apabila suatu masyarakat sudah terbiasa menerapkan kedisiplinan, etos kerja tinggi, dan budaya saling mendukung, pastinya banyak aktivitas sektor ekonomi yang berdampak. Contoh faktor ekonomi di bidang budaya ini, misalnya masyarakat Jepang yang terkenal disiplin dan pekerja keras. Secara otomatis, juga turut mempengaruhi sektor ekonomi bangsa, karena ada andil sumber daya manusia dengan budaya kerja tinggi. Modal Atau Pendanaan Banyak hal yang bisa dilakukan jika terdapat modal usaha atau pendanaan. Untuk mengelola sumber daya alam, sumber daya manusia, dan teknologi, dibutuhkan modal atau pendanaan yang cukup besar. Maka itu, modal usaha termasuk dalam salah satu faktor pertumbuhan ekonomi yang perlu dipersiapkan. Contoh faktor ekonomi dari segi modal usaha, adalah produk pendanaan dari bank atau lembaga keuangan yang dipinjamkan kepada masyarakat atau wirausaha. [elementor-template id="26379"] Tata Kelola Pembukuan Modern Dan Faktor Pembangunan Ekonomi Nah, bagaimana penjelasan tentang faktor pembangunan ekonomi di atas? Semoga bisa dipahami dengan mudah, ya. Untuk mendukung faktor pembangunan ekonomi, dibutuhkan juga pengelolaan keuangan dan manajemen pembukuan yang sistematis, rapi, serta real time di era digitalisasi. Pembukuan usaha yang otomatis dan akurat, akan mendukung faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi usaha Anda. Termasuk pengelolaan hutang-piutang, manajemen stok/ persediaan, penjualan, modal usaha/ pendanaan, hingga urusan investasi atau aset usaha. Begitu penting pembukuan anggaran usaha sebab berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi bisnis dan kepatuhan hukum. Para pelaku UMKM tidak perlu bingung membuat pembukuan usaha, percayakan pada Software Akuntansi Online dari Harmony. Software Akuntansi Harmony adalah solusi praktis dan modern pembukuan usaha yang bisa diandalkan dan sudah diakui ribuan klien di tanah air. Cukup klik tautan ini untuk membuktikan kecanggihan fitur Software Akuntansi secara GRATIS dalam 30 hari. Ayo, update juga insight Anda setiap hari dengan info menarik seputar finansial, follow Instagram, LinkedIn, dan Facebook Harmony hari ini. Pembukuan Lebih Mudah!Coba Gratis 30 Hari dan Rasakan Perbedaannya!COBA GRATIS HarmoniHarmony menyajikan artikel seputar bisnis, keuangan, perpajakan dan finansial untuk membantu para pemilik usaha kecil. Dapatkan cara mudah membereskan keuangan usaha Anda menggunakan Harmony dan coba gratis 30 Social Media KamiDapatkan konten terbaru dari HarmonyArtikel Populer Lainnya
Pada ulasan kali ini, kita akan mempelajari perkembangan perekonomian Jepang, salah satu negara maju di Benua Asia yang memiliki kekuatan ekonomi terbesar ketiga di dunia, serta didukung oleh kemampuanânya dalam bidang teknologi modern. Jepang The State of Japan atau Nihon-koku merupakan salah satu negara kepulauan yang terletak di kawasan timur Asia, dengan luas wilayah sebesar km2. Negara ini berbentuk kekaisaran constitutional monarchy, dipimpin oleh seorang kaisar emperor, dengan pemerintahan dikepalai oleh seorang perdana menteri. Data Bank Dunia menyebut bahwa total populasi penduduk Jepang sampai dengan akhir 2016 diperkirakan mencapai juta jiwa. Dari sisi ekonomi, capaian Gross Domestic Product GDP US$ current based Jepang pada 2016 mencapai US$ triliun, dan GDP per kapita sebesar US$ 38,000 Adapun perkembangan perekonomian Jepang bisa dibagi menjadi beberapa periodisasi. Era Pasca Perang Dunia Kedua 1945-1949. Usai perang dunia kedua, perekonomian Jepang mengalami kemerosotan tajam. Kekalahan perang telah membawa dampak negatif, dari kerugian finansial hingga hilangnya nyawa. Akibat dari kerugian itu tercermin dari angka inflasi yang meroket hingga lebih dari 100%, terjadinya kelangkaan produk konsumsi, serta produktivitas ekonomi yang sangat rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah Jepang melakukan beberapa regulasi, antara lain berupa pengawasan langsung terhadap aktivitas produksi, pemantauan terhadap stabilitas harga, serta pemberian subsidi untuk menggerakkan sektor riil. Selain itu, pencetakan uang baru juga dilakukan untuk mendorong transaksi perdagangan pasca perang. Bisa dikatakan bahwa periode ini merupakan era kekacauan chaos dalam perekonomian Jepang Ohno, Kenichi, The Economic Development of Japan The Path Traveled by Japan as a Developing Country, GRIPS Development Forum, 2016. Pada Maret 1949, pemerintah Jepang menerapkan kebijakan ekonomi yang disebut dengan Dodge Line. Kebijakan ini diperkenalkan oleh seorang ekonom asal Amerika Serikat, Joseph Morrell Dodge, yang ditujukan untuk menjaga stabilitas perekonomian Jepang. Kebijakan tersebut antara lain berupa penyeimbangan anggaran negara untuk mengurangi defisit, pelaksanaan kewajiban perpajakan yang lebih efisien, pengurangan intervensi pemerintah terhadap aktivitas perekonomian, penghentian pinjaman yang tidak tepat sasaran, serta pematokan nilai tukar mata uang Yen Jepang „ terhadap US$ diangka „ 360 US$ 1 = „ 360. Era Pertumbuhan Ekonomi Tinggi 1950âan sampai dengan awal 1970âan. Periode 1950âan hingga awal 1970âan merupakan periode emas perekonomian Jepang, dimana angka pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun mencapai lebih dari 10%. Pada era ini, perekonomian Jepang dikenal dengan istilah miracle economyâ. Setelah pelaksanaan Dodge Line, pemerintah Jepang terus melakukan reformasi dan restrukturisasi di berbagai sektor diantaranya sektor industri dan pertanian, peningkatan taraf hidup dan hak-hak tenaga kerja, penerapan kebijakan ekonomi yang ekspansif, serta pengembangan teknologi dan industrialisasi untuk menggenjot produktivitas perekonomian Yoshioka, Shinji, and Hirofumi Kawasaki, Japanâs High-Growth Postwar Period The Role of Economic Plans, Economic and Social Research Institute Note No. 27, August 2016. Perkembangan ekonomi Jepang yang didukung oleh kemajuan teknologi dan industrialisasi telah diulas tersendiri dalam artikel Perkembangan Teknologi dan Industrialisasi di Jepang. Era Oil Shock, Economic Booming, dan Bubble Economy 1970âan hingga akhir 1980âan. Pada masa 1970âan hingga menjelang akhir 1980âan, perekonomian Jepang mengalami dinamika akibat faktor domestik dan international. Diawali pada 1971, saat pemerintah Jepang mendevaluasi mata uang „ terhadap US$, dari „ 360 per US$ US$ 1 = „ 360 yang sudah bertahan selama lebih dari 20 tahun, menjadi „ 308 per US$ 1 US$ 1 = „ 308. Upaya tersebut dilakukan dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri. Selang dua tahun kemudian, pada awal 1973, pemerintah Jepang mengadopsi sistem nilai tukar mata uang mengambang floating exchange-rate system. Namun demikian di akhir 1973, the Organization of the Petroleum Exporting Countries OPEC memutuskan untuk menaikkan harga minyak mentah, dari semula US$ 2 per barrel menjadi US$ 11, serta mengurangi kuota ekspor minyak untuk negara-negara industri sebanyak 10%. Keputusan ini menyebabkan munculnya ekonomi biaya tinggi high-cost economy di Jepang, karena negara tersebut banyak bergantung pada persediaan minyak mentah untuk melakukan pembangunan ekonomi; tercatat lebih dari 90% aktivitas perekonomian Jepang saat itu mengkonsumsi minyak sebagai bahan bakar energy consuming. Dampak dari kejadian tersebut tercermin pada pertumbuhan ekonomi Jepang di 1974 yang menunjukkan angka negatif. Untuk menanggulangi dampak tersebut, pada 1978 pemerintah Jepang mulai menerapkan industri yang berpola energy saving untuk menghemat pengeluaran bahan bakar. Upaya ini mampu menjaga angka inflasi tetap stabil, sambil tetap meningkatkan produktivitas perekonomian. Sementara akibat ketegangan di kawasan Timur-Tengah terjadinya Revolusi Iran hingga Perang Teluk pada 1979, harga minyak mentah dunia kembali naik menjadi US$ 30 per barrel. Akan tetapi inovasi Jepang dalam menerapkan industri yang menghemat bahan bakar mampu meredam pengaruh negatif kejadian itu pada perekonomian domestik. Selanjutnya di awal 1980âan, perekonomian Jepang mengalami kemajuan pesat booming economy, ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumahtangga household consumption, tingginya laba sektor swasta, semakin banyaknya tenaga kerja terdidik dan terampil educated and skilled labor, stabil'nya situasi politik dalam negeri, meningkatnya investasi di sektor industri, serta semakin besarnya peran teknologi dan inovasi dalam perekonomian. Akan tetapi capaian-capaian diatas membuat aktivitas ekonomi menjadi kurang terkontrol, sebagai misal sektor perbankan yang terlalu mudah memberikan kredit terutama di sektor properti. Sebagai catatan, pinjaman dengan agunan berupa aset properti diberikan hingga lebih dari 90% dari nilai agunan; secara keseluruhan terdapat lebih dari „ 100 triliun pinjaman di sektor properti. Seiring dengan meningkatnya investasi di sektor properti, maka jumlah pinjaman bank juga ikut membengkak. Akhirnya pada 1989 perekonomian Jepang memasuki fase gelembung ekonomi bubble economy, dimana harga properti meningkat terlalu tajam, diikuti dengan kenaikan harga saham yang terlampau tinggi over-valued, serta pembangunan infrastruktur pedesaan yang sangat masif. Karena anggaran yang digunakan terlalu besar dan tanpa disertai prinsip kehati-hatian prudence, maka terjadilah bubble economy Statistic Bureau, Ministry of Internal Affairs and Communications. Statistical Handbook of Japan 2016. Pecahnya Gelembung Ekonomi Bubble Burst dan Dekade Yang Hilang awal 1990âan hingga awal 2000âan. Pada periode awal 1990âan hingga awal 2000âan, Jepang mengalami stagnasi perekonomian akibat sistem keuangan yang tidak stabil, serta buruknya kredibilitas sektor perbankan yang memicu terjadinya economic bubble. Hal tersebut ditandai dengan melonjaknya kredit macet perbankan non-performing loan di sektor properti dan merosotnya nilai saham hingga 50% di bursa Tokyo Stock Exchange. Selain itu banyak perusahaan Jepang yang mengalami penurunan kapasitas produksi, peningkatan jumlah utang, serta kelebihan jumlah tenaga kerja. Pecahnya gelembung ekonomi bubble burst membawa perekonomian Jepang masuk kedalam resesi yang berkepanjangan. Untuk menâstabilkan perekonomian, berbagai kebijakan ekonomi diterapkan, misalnya the Bank of Japan bank sentral Jepang melakukan pencetakan mata uang untuk mendorong stabilisasi finansial, sementara pemerintah mengambil kebijakan untuk menekan munculnya kredit macet yang lebih besar. Namun keadaan semakin memburuk akibat terjadinya krisis ekonomi di kawasan Asia pada 1997-1998. Bisa dikatakan bahwa dekade 1990âan merupakan era gelap perekonomian Jepang, atau disebut sebagai sebuah dekade yang hilang the lost decade International Monetary Fund. The Japanese Banking Crisis of the 1990s Sources and Lessons, IMF Working Paper WP/00/7, January 2000. Sebuah studi menyatakan bahwa sampai dengan 1995 saja, perbankan di Jepang memiliki tak kurang dari „ 70 triliun penyaluran pinjaman yang tidak produktif bad loans. Sebagai catatan, perbankan Jepang pada saat itu juga memiliki pinjaman internasional senilai lebih dari US$ triliun. Sementara dari 21 bank yang ada ketika itu, 13 diantaranya dinyatakan bangkrut. Studi juga menjelaskan bahwa kurangnya keterbukaan informasi keuangan financial disclosure dan transparansi laporan keuangan, membuat sistem keuangan di Jepang rentan terhadap timbulnya persoalan. Disamping itu, tidak adanya sistem manajemen risiko risk management di sektor perbankan, sistem pengawasan perbankan yang cenderung tertutup, serta kebijakan moneter yang tidak tepat sasasan, diyakini menjadi penyebab awal munculnya bubble economy Schaede, Ulrike. The 1995 Financial Crisis in Japan, Working Paper, February 1996. Era Pemulihan Ekonomi dan Kebijakan Abenomics Three-Arrows Policy awal 2000âan hingga saat ini masih berlangsung. Di masa pemerintahan Perdana Menteri Junichiro Koizumi 2001-2006, pemerintah Jepang melakukan berbagai kebijakan untuk mengatasi persoalan ekonomi, antara lain dengan melakukan reformasi kebijakan makro ekonomi dan restrukturisasi institusi keuangan. Adapun kebijakan ekonomi yang diambil antara lain dengan menghapus kredit macet, mengurangi defisit anggaran, serta melakukan privatisasi perusahaan negara. Namun demikian utang pemerintah government debt pada saat itu masih terlalu besar, mencapai 160% dari total GDP. Pada 2008, bangkrutnya perusahan sekuritas Lehman Brothers berdampak besar pada pasar keuangan dunia, termasuk Jepang. Ketika perekonomian Amerika Serikat mengalami kontraksi, nilai tukar mata uang US$ melemah; hal tersebut mendorong lesu'nya impor produk dari Jepang. Pada gilirannya, ini berdampak pada menurunnya laba di sektor perdagangan ekspor Jepang. Disisi lain, karena mata uang „ mengalami apresiasi terhadap US$, maka nilai „ tidak lagi kompetitif dalam perdagangan internasional. Ada satu kejadian lagi yang menghambat pemulihan perekonomian Jepang, yakni saat pertengahan Maret 2011 terjadi bencana alam gempa bumi dan tsunami di pantai timur laut Jepang yang disertai dengan bocornya instalasi nuklir. Pada Januari 2013, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe memperkenalkan kebijakan ekonomi yang disebut dengan Three-Arrows Policy, atau lebih dikenal dengan istilah Abenomics. Kebijakan tersebut antara lain berupa kebijakan moneter yang longgar expansionary monetary-policy, diantaranya melalui pemberian qualitative-quantitative easing; kebijakan fiskal yang fleksibel, diantaranya berupa stimulus fiskal dan penetapan tarif pajak; serta reformasi struktural, misalnya pada kebijakan tentang ketenagakerjaan. Pemerintah Jepang mengklaim bahwa penerapan kebijakan Abenomics mampu membawa dampak positif, antara lain berupa peningkatan pertumbuhan GDP nominal sekitar „ 37 triliun selama periode 2012-2015, serta penurunan angka pengangguran dari menjadi di periode 2012-2016. Disamping itu kebijakan Abenomics juga telah dilaksanakan secara efektif, terkait dengan restrukturisasi dan reformasi di sektor energi, kesehatan, serta pertanian. Pemerintah Jepang juga secara aktif mengembangkan sektor usaha kecil small-medium enterprises, sektor pariwisata, serta industri jasa Abenomics, March 2017. Perkembangan Terkini Perekonomian Jepang 2017 - . Terkait dengan kemudahan mendirikan dan melakukan usaha kecil dan menengah, catatan Bank Dunia menyebut bahwa Jepang menduduki peringkat ke-34 dari 190 negara yang disurvei. Capaian ini menurun dua peringkat dari tahun sebelumnya; hasil tersebut juga jauh tertinggal dari Hong Kong peringkat ke-4 dan Korea Selatan peringkat ke-5 World Bank, Doing Business 2017, Equal Opportunity for All, Economy Profile 2017 Japan, 2017. Sementara dalam laporannya, the International Monetary Fund IMF memprediksikan pertumbuhan perekonomian Jepang pada 2017 berkisar di angka didukung oleh meningkatnya perdagangan ekspor dan efektivitas kebijakan fiskal dalam negeri. Namun IMF juga mencermati persoalan penurunan populasi di Jepang yang berpotensi negatif terhadap produktivitas perekonomian For Japanâs Economy, Now Is the Time to Step Up Reforms, 31 July 2017. Lebih lanjut, the Organisation for Economic Co-operation and Development OECD menyatakan bahwa sejak diluncurkannya kebijakan Abenomics pada 2013, perekonomian Jepang memperoleh dampak signifikan berupa pertumbuhan ekonomi yang stabil sebesar 1% tiap tahunnya. Sedangkan pada 2017, OECD memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Jepang dikisaran Akan tetapi, permasalahan penduduk yang semakin menurun akan memaksa pemerintah mengeluarkan biaya yang lebih tinggi untuk pemberian stimulus fiskal. Selain itu, penurunan produktivitas akibat berkurangnya jumlah tenaga kerja juga berpotensi menambah rasio utang pemerintah terhadap GDP, dari 68% di 1992 menjadi 219% di 2016. OECD juga menekankan agar pemerintah Jepang meluncurkan strategi revitalisasi terkait dengan reformasi perekonomian, diantaranya dengan meningkatkan kinerja pasar keuangan, mempromosikan lingkungan yang mendukung lahirnya kewirausahaan, melakukan reformasi di sektor perpajakan, meningkatkan inovasi teknologi dan sistem robotik, menciptakan kebijakan untuk mendukung sektor pertanian, serta meningkatkan partisipasi perempuan di dunia kerja the Organisation for Economic Co-operation and Development, Japan Economic Surveys 2017, April 2017. Catatan-catatan diatas menunjukkan bagaimana dinamika perkembangan perekonomian Jepang sejak usaiânya perang dunia kedua hingga saat ini. Selanjutnya, kita masih akan terus melihat perkembangan perekonomian Jepang di waktu-waktu mendatang. ** UPDATE ARTIKEL Jumat, 06 Desember 2019 Menurut data IMF, pertumbuhan ekonomi Jepang pada 2019 diperkirakan mencapai naik dari tahun sebelumnya yang mencapai Namun demikian pertumbuhan tersebut diproyeksikan menyusut hingga menjadi di 2020. Hal ini diakibatkan adanya pengaruh peningkatan pajak konsumsi yang diberlakukan pada Oktober 2019 IMF. World Economic Outlook Global Manufacturing Downturn, Rising Trade Barriers, October 2019. GDP curent-price based Jepang tahun ini mencapai US$ triliun, meningkat dari capaian 2018, US$ triliun. Sedangkan GDP per kapita di 2019 sebesar US$ ribu, naik dari tahun sebelumnya, US$ ribu. Sementara angka inflasi pada dua tahun terakhir terjaga di level IMF DataMapper, dikutip pada Jumat, 06 Desember 2019. Disisi lain, jumlah populasi penduduk Jepang yang tercatat pada 2019 mencapai juta jiwa, atau turun dari tahun sebelumnya, juta jiwa. Hal ini mengindikasikan bahwa problem penuaan ageing yang dialami negara ini masih menjadi masalah serius. Catatan lain menunjukkan bahwa dari upaya pencegahan dan penanggulangan korupsi, Jepang menempati urutan ke-18 dari 180 negara yang menjadi objek penelitian di 2019. Capaian ini membaik 2 tingkat daripada tahun sebelumnya Transparency International. Corruption Perceptions Index 2018, 2019. Untuk daya saing perekonomian, Jepang menduduki peringkat ke-6 secara global dari 141 negara menurut data World Economic Forum, turun 1 tingkat dari capaian 2018 WEF. Global Competitiveness Report 2019, 2019. Sementara dalam kemudahan mendirikan dan menjalankan usaha, Bank Dunia menempatkan Jepang di urutan ke-39 dari 190 negara, turun 5 tingkat dari raihan tahun sebelumnya World Bank. Doing Business 2019 Training for Reform, 2019. Beberapa sumber lain menyatakan jika salah satu faktor penting yang akan mempengaruhi perekonomian Jepang hingga beberapa tahun kedepan adalah munculnya risiko dari ketegangan hubungan antara Amerika Serikat dengan China. Hal ini dimungkinkan berimbas negatif pada Jepang, mengingat kedua negara tersebut adalah mitra utama ekonomi negara ini. Salah satu dampak signifikan berasal dari penurunan di sektor ekspor. Sementara pendapatan sektor rumahtangga diperkirakan masih akan stabil dalam menunjang konsumsi dalam negeri, meskipun ada kenaikan pajak konsumsi. Hal ini dikarenakan kebijakan pemerintah yang diyakini mampu meredam dampak negatif kenaikan pajak. Selain itu, diselenggarakannya pesta Olimpiade Musim Panas tahun depan the 2020 Summer Olympic diharapkan mampu mendorong aktivitas perekonomian, sekaligus meningkatkan pendapatan dari sektor konsumsi, pariwisata, serta perhotelan dikutip dari berbagai sumber. Demikian perkembangan perekonomian Jepang hingga saat ini. Kita akan terus mencermati perkembangan berikutnya. *** ARTIKEL TERKAIT Perkembangan Perekonomian Global 2017 bertumbuh dalam ketidakpastian Belajar dari Pengelolaan Sampah di Jepang Perkembangan Ekonomi Asia 2016 dan Prospek Perekonomian Asia 2017 Perekonomian di Sektor Pertanian, Sistem Pertanian di Jepang
Jakarta, CNBC Indonesia - Dua raksasa ekonomi dunia yang berbeda benua, Jepang dan Jerman, sama-sama mencatatkan pertumbuhan negatif untuk produk domestik bruto PDB di kuartal ketiga. Penyebabnya serupa pelemahan konsumsi dan tekanan perang dagang perekonomian terbesar kedua di Asia dan ketiga di dunia, terkontraksi di periode Juli-September tahun ini akibat serangkaian bencana alam yang melanda negara kepulauan itu dan penurunan ekspor. Sebab yang terakhir itu menjadi tanda mengkhawatirkan bahwa perang dagang global telah mulai menekan permintaan luar Negeri Sakura di kuartal ketiga tahun ini terkontraksi 0,3% dibandingkan kuartal sebelumnya. Ini merupakan pembalikan dari pertumbuhan 0,8% pada kuartal April-Juni, menurut Kantor Kabinet pemerintah, yang dikutip AFP. Melemahnya konsumsi rumah tangga menjadi alasan utama negatifnya pertumbuhan ekonomi Jepang setelah badai topan, gempa bumi, dan banjir besar menghentikan aktivitas manufaktur dan mengganggu belanja Gempa Bumi Jepang Kyodo/via REUTERSPara ekonom yakin dampak bencana ini terhadap perekonomian hanyalah sementara. Yang lebih mencemaskan mereka adalah penurunan luar negeri atau ekspor yang dikurangi impor menghapus 0,1 poin persentase dari PDB. Data menunjukkan ekspor anjlok 1,8% secara kuartalan, penurunan tercepat dalam lebih dari tiga tahun terakhir, Reuters Jepang diperkirakan akan dapat kembali membukukan pertumbuhan di kurtal keempat tahun ini namun jatuhnya ekspor mengindikasikan pemulihan ini akan terganggu oleh perseteruan perdagangan global."Perekonomian Jepang diperkirakan pulih didorong utamanya oleh permintaan dalam negeri," kata Menteri Ekonomi Jepang Toshimitsu Motegi dalam sebuah pernyataan yang dirilis setelah data itu diumumkan, tulis infografis/Musuh-musuh Perang Dagang Trump/Aristya Rahadian Krisabella"Ekspor terkait informasi dan teknologi ke Asia telah melambat jadi kita perlu berhati-hati akan dampak perseteruan perdagangan dan proyeksi pertumbuhan China terhadap ekonomi Jepang," serupa dialami oleh Jerman, perekonomian terbesar di Eropa yang mengalami pertumbuhan negatif untuk kali pertama sejak dagang global dan masalah di industri otomotif membuat ekspor yang merupakan sektor pendorong pertumbuhan ekonomi Jerman turun 0,2% secara kuartalan, menurut data Kantor Statistik Federal hari Kementerian Ekonomi mengatakan penurunan ini akan berbalik arah di kuartal terakhir tahun ini. Perlambatan di kuartal ketiga, menurut kementerian, hanyalah sementara karena berbagai pabrikan mobil berjuang untuk menyesuaikan diri dengan standar polusi baru yang bernama WLTP, dilansir dari Reuters."Kontraksi sebesar 0,2% bukanlah sebuah bencana," kata Menteri Ekonomi Peter Altmaier di terkait dampak perang dagang global dan keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau Brexit sedang berkembang dalam perekonomian Jerman yang telah tumbuh dalam sembilan tahun kecemasan mengenai kebijakan dagang Presiden AS Donald Trump yang keras, perusahaan-perusahaan Jerman juga khawatir tentang ketidakstabilan dalam negeri di mana koalisi Kanselir Angela Merkel hampir runtuh dua kali."Kinerja ekspor yang buruk, meskipun euro melemah, mengindikasikan ketegangan perdagangan dan pelemahan di pasar negara berkembang dalam terus membebani kinerja pertumbuhan Jerman," kata ekonom ING Carsten Brzeski. Artikel Selanjutnya Konsumsi & Ekspor Melambat, Ekonomi Jerman Menyusut roy
dibawah ini adalah faktor pendorong perekonomian jepang berkembang pesat kecuali